Beranda | Artikel
Karakter Pengikut Manhaj Salaf
Jumat, 4 November 2016

Para pengikut manhaj salaf memandang semestinya nasihat untuk pemerintah diberikan secara rahasia. Mereka juga memandang tidak bolehnya membuat perpecahan di tengah kaum muslimin dengan mengobral aib dan keburukan penguasa atau menyebarluaskannya dan menebarkan rasa kebencian antara pemimpin dengan rakyatnya. Oleh sebab itu para pembela manhaj salaf memandang diharamkannya aksi-aksi demonstrasi dan unjuk rasa.

Hal ini didasari oleh sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang ingin memberikan nasihat kepada penguasa janganlah dia tampakkan hal itu secara terbuka. Akan tetapi hendaklah dia ambil tangannya lalu menyendiri dengannya. Apabila dia menerima nasihat maka itulah yang diharapkan. Dan apabila dia menolaknya maka sungguh dia telah menunaikan kewajiban dirinya terhadap penguasa itu.” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah dan ath-Thabrani dalam Musnad asy-Syamiyin) (lihat Khasha-ish al-Manhaj as-Salafi, hal. 16 oleh Syaikh Prof. Dr. Abdul Aziz bin Abdullah al-Halil hafizhahullah)

Seorang ulama besar masa kini, Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menegaskan bahwasanya membicarakan aib penguasa atau mengkritik mereka di hadapan publik termasuk perbuatan ghibah dan namimah/adu-domba; sedangkan kedua hal ini termasuk perkara yang paling diharamkan setelah syirik. Terlebih-lebih lagi yang dibicarakan aibnya adalah ulama atau penguasa, maka dosanya lebih berat disebabkan banyaknya kerusakan yang ditimbulkan olehnya, diantaranya adalah terjadinya perpecahan, prasangka buruk kepada penguasa, dan membangkitkan rasa putus asa pada diri rakyatnya (lihat al-Ajwibah al-Mufidah ‘an As’ilatil Manahij al-Jadidah, hal. 109)

Janganlah kita menyepelekan nasihat para ulama! Karena dalam situasi fitnah, kalimat dan ucapan bisa lebih ganas daripada tebasan pedang dan senjata. Ucapan yang membangkitkan amarah para pengunjuk rasa kepada penguasa, disertai pekikan takbir dan teriakan-teriakan yang mengatasnamakan al-Qur’an dan keadilan. Bukankah hal serupa telah dilakukan kaum Khawarij pada awal-awal sejarah Islam sehingga mereka pun mengkafirkan para sahabat dan juga membunuh seorang khalifah yang mulia Utsman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu?!

Imam al-Khallal meriwayatkan dalam as-Sunnah, bahwa ketika sebagian orang mengajak Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah memberontak kepada penguasa ketika itu yang memaksakan akidah sesat bahwa al-Qur’an itu makhluk, Ahmad bin Muhammad ash-Sha’igh menceritakan : Aku berkata, “Bukankah manusia sekarang ini sedang dilanda fitnah, wahai Abu Abdillah?” -maksudnya fitnah/kesesatan dari penguasa tersebut, pent-. Imam Ahmad menjawab, “Ya, meskipun demikian hal itu adalah fitnah yang khusus. Namun jika pedang sudah terhunus maka fitnah itu justru semakin meluas dan membara sehingga terputuslah semua jalan. Bersabar dalam kondisi ini dengan tetap menjaga keselamatan agamamu itu jauh lebih baik bagimu.” Oleh karena itu beliau -Imam Ahmad- mengingkari aksi pemberontakan melawan penguasa. Beliau berkata, “Pertumpahan darah, aku tidak sependapat dengannya dan aku tidak akan memerintahkan hal itu.” (lihat al-Manhaj as-Salafi ‘inda Syaikh al-Albani, hal. 242)

Lihatlah kedalaman ilmu dan fikih ulama besar pembela Sunnah sekelas Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Beliau tidak mau mengajak pengikutnya untuk memberontak dan melawan penguasa dengan senjata ataupun sekedar dengan kalimatnya. Beliau tidak menganjurkan pemberontakan karena pada akhirnya hal itu akan menumpahkan darah kaum muslimin. Sebuah fitnah besar yang akan merusak segalanya. Padahal Imam Ahmad pula yang memberikan fatwa tegas tentang kafirnya keyakinan al-Qur’an sebagai makhluk. Adakah orang yang mau memahami dan meneladani kebijaksanaan seorang imam diantara imam-imam Ahlus Sunnah ini?!


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/karakter-pengikut-manhaj-salaf/